Kembali ke Zaman Batu Krika Berkunjung ke Kampung Bena

Panggung Berita - Beragam keindahan alam yang dimiliki bumi Flores menjadikan magnet yang kuat bagi para wisatawan. Tidak hanya alamnya saja, pesona budayanya pun sungguh mengagumkan. Kampung Adat Bena adalah salah satu buktinya. Diperkirakan Kampung Bena sudah ada sejak 1200 tahun yang lalu.
Kampung Adat Bena ini terletak sekitar 18 km dari Kota Bajawa, Kabupaten Ngada. Kampung adat ini seperti tidak tersentuh oleh perkembangan zaman yang semakin modern. Masyarakatnya masih menjaga tradisi turun-temurun dari leluhurnya sejak ribuan tahun yang lalu. Berada di kaki Gunung Inerie yang dikelilingi oleh pepohonan, membuat udara yang ada di kampung ini sejuk dan segar.
Ada sekitar 45 rumah di kampung adat Bena ini dengan 9 suku yang berbeda. Diantaranya ada suku Dizi, Dizi Azi, Deru Lalulewa, Wahto, Ngada, Deru Solamae, Ago, Khopa dan suku Bena sendiri. Suku-suku yang berbeda ini hidup dengan damai dengan pertalian saudara yang sangat kuat. Hal ini bisa dilihat dari kegiatan bersama seperti gotong royong masyarakat dalam pembangunan rumah dan acara adat.
Wilayah Kampung Bena memiliki bentuk yang unik, yaitu memanjang dari arah utara ke selatan yang menyerupai perahu. Bentuk ini merupakan cermin dari sifat gotong royong, kerja sama serta kerja keras yang diajarkan para leluhurnya dalam menaklukan alam, mengarungi lautan dan sampai akhirnya tiba di kampung ini. Masyarakat setempat juga meyakini bahwa perahu merupakan sarana bagi arwah untuk menuju ke tempat tinggal selanjutnya di alam baka.
Ada sejumlah bangunan yang dianggap penting di Kampung Bena. Seperti Ngadhu, yang merupakan simbol leluhur untuk laki-laki. Ada juga Bhaga miniatur rumah yang merupakan simbol leluhur untuk kaum perempuan. Bentuknya mirip seperti payung dengan atap yang terbuat dari serat ijuk yang dilengkapi dengan tiang yang berfungsi untuk tempat menggantung hewan kurban ketika ada upacara adat berlangsung.
Ngadhu dan Bhaga ada di halaman Kisanatapat, yakni halaman yang berada di tengah-tengah di antara rumah-rumah adat. Upacara adat yang akan dilaksanakan di halaman ini adalah upacara sakral. Masyarakat setempat menyakini kalau leluhur mereka berkomunikasi dengan mereka pada saat upacara adat tersebut.
Bangunan yang juga dianggap sakral oleh masyarakat Kampung Bena adalah Batu Nabe.Baru Nabe adalah susunan bebatuan yang dibawahnya merupakan makam leluhur kampung adat ini. Batu Nabe ini juga merupakan salah satu tempat yang digunakan sebagai media berkomunikasi dengan nenek moyang. Biasanya Batu Nabe digunakan oleh para tetua adat untuk menyelesaikan masalah yang sedang dihadapi di kampung tersebut.
Mengunjungi kampung adat ini serasa kembali pada zaman megalitikum. Hal ini diperkental oleh masyarakat setempat yang sangat menghormati Gunung Inerie. Mereka mempercayai kalau Gunung Inerie ini sebagai tempat bersemayamnya Dewa Zeta yang melindungi Kampung Bena.
Selain gunung yang di hormati oleh masyarakat setempat, mereka juga menghormati batu serta hewan-hewan karena merupakan bagian dari kehidupan. Dengan banyaknya susunan batu yang berasal dari zaman megalitikum yang tertata rapih, hal ini semakin membawa kita ke suasana zaman purba. Ditambah lagi dengan pola kehidupan masyarakatnya yang masih memegang teguh adat dan budaya yang diwariskan oleh leluhur mereka.
Untuk menuju ke kampung Bena gampang kok, Anda bisa menggunakan ojek untuk langsung sampai ke kampung Bena. Pengunjung yang datang nantinya membeli tiket masuk yang harganya cukup terjangkau, yakni seharga Rp 20.000. Uang ini nantinya digunakan sebagai donasi untuk warga setempat serta pemeliharaan kampung. Yuk, mari kita rasakan zaman batu di Kampung Bena.
Baca Juga:
>> Cantik itu Sakit, Ungkapan Yang Tepat Untuk Suku di Ethiopia
>> Makna Budaya Petasan Serta Kepercayaan Mistis di Betawi